Banten – Budayantara.tv. Di tengah derasnya arus modernisasi dan pengaruh teknologi, Abah Dulhani berdiri teguh menjaga warisan leluhur di Kasepuhan Cibarani. Sebagai pemimpin adat yang disegani, Abah Dulhani menjadi simbol keteguhan dalam melestarikan budaya dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun dari para Bapak Kolot.
Kasepuhan Cibarani merupakan bagian dari komunitas adat Banten Kidul, yang hingga kini masih mempertahankan bahasa Sunda sebagai bahasa utama dalam komunikasi sehari-hari. Meskipun telah terjadi sedikit perubahan karena interaksi dengan teknologi, nilai-nilai dan ajaran leluhur tetap dijaga utuh.
Warisan Leluhur dari Parung Kujang
Sejarah panjang Kasepuhan Cibarani ditelusuri dari keturunan Parung Kujang, yang dimulai dari tokoh-tokoh seperti Ki H.Abdul Patah, Ki Ukam, hingga Ki Mainten. Mereka hidup sebelum masa penjajahan Belanda, membawa ajaran adat yang kini diteruskan oleh para incu-putu (keturunan).

Salah satu tradisi penting yang tetap dilaksanakan adalah Ruwah Mulud, yang diadakan pada tujuh tanggal sakral, termasuk tanggal 12 Ruwah di Kampung Cisaat dan 27 Mulud di Sindang Agung. Dalam ritual ini, keturunan Parung Kujang berkumpul untuk mengenang sejarah dan memperkuat ikatan budaya. Uniknya, sejarah kasepuhan ditentukan oleh tiga peran penting: tukang nyaksian (saksi sejarah), tukang ngabenerkeun (yang membenarkan), dan tukang ngalaksanakeun (pelaku sejarah).
“Cibarani berarti ‘berani karena benar’. Kami mempertahankan tradisi, seperti Ruwah Mulud dan pemotongan kerbau, sesuai amanat para kolot terdahulu. Tapi jika kerbau tidak ada, itu tidak masalah esensinya ada pada niat dan penghormatan kepada leluhur,” ujar Abah Dulhani
Harapan Terhadap Pemerintah: Budaya Lokal Harus Diutamakan
Meskipun masyarakat Kasepuhan Cibarani gigih menjaga budaya, dukungan dari pemerintah daerah masih dirasa minim. Abah Dulhani menyampaikan kekecewaannya terhadap momen-momen perayaan resmi seperti Hari Jadi Kabupaten atau Provinsi Banten yang sering kali tidak memberdayakan budaya lokal.
“Kalau ingin bicara kemajuan kebudayaan, seharusnya yang diberdayakan adalah budaya yang hidup di masyarakat. Wayang golek, angklung, jaipongan, dan tradisi lain dari masing-masing kasepuhan harus tampil dalam event-event resmi, bukan hanya hiburan modern,” tegasnya.Jumat(10/10/2025).
Menjaga Warisan, Merawat Identitas
Kini, Kasepuhan Cibarani menjadi simbol perlawanan terhadap pelupaan budaya. Abah Dulhani berharap masyarakat terus merawat warisan leluhur sebagai identitas yang tak tergantikan. Wilayah adat Kasepuhan mencakup hampir seluruh Desa Cibarani, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara ruang hidup dan nilai-nilai adat.
Kasepuhan Cibarani bukan hanya menjaga tradisi mereka merawat jiwa masyarakatnya. Dan selama masih ada tokoh-tokoh seperti Abah Dulhani, warisan ini akan terus hidup, menyala di tengah zaman yang berubah.**