Home / News / Lamongan, Jejak Emas Peradaban Kuno Jawa: Dari Prasasti Raja hingga Pusat Maritim Nusantara

Lamongan, Jejak Emas Peradaban Kuno Jawa: Dari Prasasti Raja hingga Pusat Maritim Nusantara

Lamongan,– Budayantara.tv Di balik geliatnya sebagai kota agraris dan pesisir hari ini, Lamongan menyimpan sejarah panjang dan berharga yang jarang terungkap ke publik. Temuan-temuan prasasti, situs kuno, serta catatan asing mengungkapkan bahwa Lamongan pernah memainkan peran penting dalam panggung sejarah Nusantara dari masa kerajaan Hindu-Buddha, Islam, hingga kedatangan bangsa Eropa.

Dalam seminar sejarah yang digelar bersamaan dengan Museum Expo di Lamongan Sport Center pada Selasa (23/9/2025), pemerhati sejarah Lamongan Supriyo menegaskan bahwa daerah ini bukan hanya sekadar wilayah administratif biasa pada masa lampau, tetapi merupakan “benteng strategis” kerajaan Jawa kuno, terutama di era Raja Airlangga.

“Lamongan sebenarnya dikenal kaya akan sumber sejarah masa kuno (Hindu-Buddha). Prasasti-prasasti batu dan perunggu yang ditemukan membuktikan bahwa keputusan penting kerajaan kerap kali melibatkan wilayah Lamongan, terutama pada abad ke-11,” ujar Supriyo, yang juga pegiat Rumah Sejarah dan Budaya Lamongan.

Prasasti dan Situs yang Menguak Sejarah

Salah satu temuan penting adalah Prasasti Rayung, yang ditemukan di Desa Ngayung, Kecamatan Maduran, sejak tahun 1930-an. Prasasti berbahan perunggu ini menyebutkan keberadaan bangunan suci “Batara I Paro” serta tanah sima (tanah bebas pajak) yang dikhususkan untuk kepentingan keagamaan.

Lokasi bangunan suci tersebut diyakini berada di Desa Porodeso, tempat di mana saat ini masih ditemukan sisa struktur bata kuno dan punden desa yang memperkuat keterkaitannya dengan prasasti tersebut.

Selain itu, Prasasti Canggu dari masa Hayam Wuruk pada tahun 1358 Masehi mencatat peran penting desa-desa sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo termasuk wilayah Lamongan sebagai titik layanan penyeberangan yang diberi hak otonomi dan bebas pajak.

Beragam prasasti lain juga menjadi saksi bisu sejarah Lamongan, seperti Prasasti Balawi, Biluluk, dan bahkan angka tahun pada lampu perunggu di Sawen (Ngimbang) yang menunjukkan masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi dari Majapahit.

“Ini menunjukkan bahwa dari aspek sosial, politik, hingga ekonomi, Lamongan tidak bisa dianggap sebagai daerah pinggiran,” tambah Supriyo.

Sedayu: Titik Temu Peradaban Maritim

Sementara itu, pemerhati sejarah lain, Teguh Fatchur Rozi, memusatkan perhatian pada kawasan pesisir utara Lamongan, terutama Sedayu, yang disebutnya sebagai pusat maritim dan interaksi budaya sejak era Hindu-Buddha hingga kedatangan bangsa Eropa.

“Sedayu dalam Kakawin Nagarakertagama disebut sebagai Jaya Sidahajeng, menunjukkan statusnya sebagai wilayah yang makmur dan penting,” jelas Teguh.

Lebih lanjut, Teguh menyebut bahwa kawasan Sedayu Lawas, Brondong, hingga Labuhan telah aktif menjadi titik perdagangan laut sejak abad ke-15 hingga ke-18. Di wilayah ini pula, muncul tokoh-tokoh penting penyebar Islam seperti Sunan Drajat dan Sunan Sendangduwur.

Bahkan, catatan penjelajah Portugis Tome Pires pada tahun 1513 mengungkapkan bahwa Sedayu adalah kota dengan pertahanan kuat, dikelilingi tembok, dipimpin oleh seorang tokoh bernama Pate Amiza, serta dikenal sebagai penghasil beras.

Namun, Pires juga mencatat bahwa kondisi pantai Sedayu yang berbatu membuatnya kurang ideal untuk pelabuhan, meski daerah pedalamannya sangat subur dan cocok untuk pertanian.

Teguh juga mengungkap keberadaan tiga manuskrip kuno yang ditemukan di Sedayu: Kropak Ferrara, Lontar Musyawarah Para Wali, dan Kitab Pangeran Bonang, yang menunjukkan tingginya aktivitas intelektual dan spiritual di kawasan ini.

Lebih dari Sekadar Kota Kecil

Dengan temuan-temuan ini, Supriyo dan Teguh sepakat bahwa Lamongan memiliki sejarah yang jauh lebih kaya dan kompleks daripada yang selama ini dikenal publik. Wilayah ini tidak hanya menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan besar di masa lalu, tetapi juga menjadi pusat spiritual, administratif, dan perdagangan yang vital.

“Melalui prasasti, situs, dan catatan asing, kita bisa membaca bahwa Lamongan adalah simpul penting dalam sejarah Nusantara,” pungkas Teguh.**

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *