Home / News / SELAMAT HARI SANTRI 22 OKTOBER 2025 ( Refleksi Peristiwa Heroik : “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” ).                      

SELAMAT HARI SANTRI 22 OKTOBER 2025 ( Refleksi Peristiwa Heroik : “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” ).                      

Oleh : Prof,H.Wawan Wahyudin,M.Pd (Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)  

                  
Banten,- Budayantara.tv.Atmosfer “Resolusi Jihad” yang di-launching 80 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para elitis kyai Nahdiyyin ( khususnya ), di bawah komando maha guru Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, sungguh memiliki daya kejut spiritual yang amat sangat dahsyat. Ia mampu mendobrak pintu semangat jihad para kyai dan santri.

Mereka tak ubahnya seperti kafilah singa lapar yang merangsak masuk ke medan tempur untuk mencakar, merobek dan menerkam tentara sekutu. Kendati disokong oleh kelengkapan senjata yang cukup canggih, namun dengan semangat jihad yang membara serta atas pertolongan Allah, tentara sekutu dibuat tidak berkutik. Malah panglimanya sendiri Mbah Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby konyol, tewas terbunuh. Singkatnya, pasukan jihad para kyai dan kaum santri dinyatakan keluar sebagai pemenang.

Namun, peristiwa heroik yang dahsyat serta bersejarah itu, lebih kurang selama 70 tahun, ( 1945-2015) terkubur di lorong sunyi, tanpa tersentuh apresiatif dari pihak yang berwenangan (baca: pemerintah). Tidak diketahui pasti kutub alasannya. Apakah peristiwa tersebut dinilai masih level lokal, atau ada muatan bias yang bertendensi ke arah politik tertentu. Wallahu A’lam.

Terlepas, apakah karena ada desakan ( dari para tokoh, kyai terutama), atau karena atas dasar kesedaran sendiri. Yang terang,  pihak pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo, tahun 2015 menetapkan, bahwa tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional ( HSN). Oleh karena itu, sejatinya umat Islam ( teristimewa dunia pesantren)  mengucapkan terima kasih banyak kepada Presiden ke-7 ini. Setidaknya versi saya, ini merupakan jasanya yang paling fenomenal. Mudah-mudahan tercatat sebagai “amal shalih”.

Bisa jadi, karena bentukan konstruksi latar  tertentu, yang jelas dari tahun ke tahun semboyan Hari Santri selalu berbeda. Hari Santri ke-1 2015 : “Membangun dan Menjaga Indonesia” . Hari Santri ke-2, 2016 : “Dari Pesantren untuk Indonesia”. Hari Santri ke- 3, 2017 : “Wajah Pesantren, Wajah Indonesia”. Hari Santri ke-4, 2018 :”Bersama Santri, Damailah Negeri”. Hari Santri ke-5, 2019 : “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Hari Santri ke- 6, 2020 : “Santri Sehat, Indonesia Kuat”. Hari Santri ke- 7,  2021: “Santri Siaga Jiwa Raga”. Hari Santri ke- 8, 2022 : “Berdaya, Menjaga Martabat Kemanusiaan”. Hari Santri ke- 9, 2023 : “Jihad Santri, Jayakan Negeri”. Hari Santri ke- 10, 2024 : “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”. Dan Hari Santri ke- 11, 2025 : “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.

Hari ini, Rabu 22 Oktober 2025, “khususul khusus” untuk kaum santri dan umumnya untuk bangsa Indonesia, kita dituntut untuk “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.

Merdeka dan kemerdekaan, bukanlah ibarat embun pagi yang jatuh hanya mengandalkan semangat mekanisme sunatullah semata. Melainkan ia adalah wujud dari gelombang perjuangan, nan penuh ceceran darah, layangan jiwa dan kurasan harta.

Maka, tidak ada pilihan dan pertaruhan lain, kecuali kita ( para santri khususnya) dituntut untuk mengawal, menjaga, merawat dan mempertahankan Indonesia merdeka. Kenapa? Disamping ia sebagai anugerah dan nikmat dari Allah yang mesti kita syukuri dan kita nikmati, juga tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, yang terus merongrong wibawa Negera kita.

Walau terkesan over ( terlalu muluk), salah satu variabel titik tujunya, yakni para santri ( khususnya), mesti sanggup, mampu serta bersedia untuk berikhtiar guna mempertontonkan kepada dunia ihwal progres peradaban, (tidak sebatas  berkutat di ranah penggalian “Turats Kitab Kuning” semata , yang acap dijadikan “teks suci yang kebal kritik”).

Caranya? Para santri dengan segala konsekuensi risikonya, harus sanggup membedah tradisi kejumudan karena ( mungkin) terbahtuk oleh serpihan anasir jargon peodalistik khas yang acap dijadikan basis anutan filosofistik yang tabu untuk disentuh.

Sampai di sini, tampaknya sangat menarik apa yang dikatakan Muhammad Al-Ghazali al-Syaqa berikut ini :

أنا لا أخشى على الإنسان الذى يفكر وان ضل لأنه سيعود إلى الحق ، ولكنى أخشى على الإنسان الذى لا يفكر وان اهتدى لأنه سيكون كالقشعة فى مهب الريح .               

“Saya tidak khawatir terhadap seseorang yang suka berpikir kendati tersesat. Sebab dia ( berpotensi) untuk kembali ke jalan yang benar. Yang saya khawatir terhadap seseorang ketika dia tidak mau berpikir, kendati ia mendapat petunjuk. Mengingat dirinya bisa seperti jerami yang berada di lokasi tempat berhembus angin”.

Keberanian berpikir untuk mengurai benang kejumudan, terlepas adanya kekeliruan yang pasti terjadi, adalah sebuah lompatan progres tersendiri, daripada terkendali dan dikendalikan oleh kekuatan doktriner yang sangat rentan dengan perubahan tanpa arah. Ibarat jerami di tempat pembakaran yang mudah disapu angin. Hingga peran kaum santri lebih berkapasitas sebagai ” maf’ul bih” , ketimbang “al-fa’il”.

Syeikh al-Akhdhari penulis buku “Sulam al-Munawwaraq” ( Ilmu Mantiq) yang menjadi konsumsi para santri di Pesantren, mengatakan  :

الحمد لله الذى قد أخرج * نتائج الفكر لارباب الحجا
وحط عنهم من سماء العقل * كل حجاب من سحاب الجهل
حتى بدت لهم شموش المعرفة * راوا محذراتها منكشفة

Para santri adalah komunitas Cendikia dimana Allah telah membuka bagi mereka kecerdasan berfikir. Hingga segala tabir kegelapan tersingkaplah sudah. Yang tersaksi sekarang adalah terangnya mentari ilmu pengetahuan yang menerpa ke segala ufuk. Maka, jangan tanggung-tanggung, “Gapailah peradaban dunia” !.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *