Jakarta, – Budayantara.tv Indonesia kembali menorehkan prestasi di kancah dunia. Reog Ponorogo, kesenian tradisional asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Kesenian yang sarat nilai spiritual, kepahlawanan, dan estetika ini kini menjadi simbol kuat identitas budaya bangsa.
Penetapan tersebut menandai pengakuan dunia terhadap kekayaan budaya Indonesia yang terus hidup di tengah arus modernisasi. Reog Ponorogo tidak hanya sekadar pertunjukan, tetapi juga warisan leluhur yang mengajarkan nilai keberanian, kesetiaan, dan kejujuran.
Ritual, Estetika, dan Makna di Balik Tarian Reog
Mengutip laman resmi ponorogo.go.id, Reog dikenal dengan sosok barongan besar atau dadak merak topeng raksasa yang menggambarkan raja hutan Lodaya. Dalam pertunjukan, sosok warok tampil sebagai ksatria sakti, sementara bujang ganong berperan sebagai patih yang jenaka namun tangguh, dan jatil menggambarkan para prajurit berkuda yang gagah berani.
Tarian ini diiringi musik gamelan khas yang menggugah semangat, serta mengisahkan legenda Prabu Kelono Sewandono dan Singo Barong. Tak hanya menjadi hiburan, setiap pementasan Reog juga diawali dengan ritual dan doa khusus agar pertunjukan membawa berkah dan keselamatan bagi masyarakat.
Festival dan Pelestarian di Era Modern
Reog menjadi bagian penting dalam berbagai upacara adat dan perayaan besar, seperti pernikahan, khitanan, hingga peringatan hari nasional. Setiap tahun, pemerintah setempat rutin menggelar Festival Reog Mini, Festival Reog Nasional, serta Pentas Reog Bulan Purnama di Alun-alun Ponorogo.
Festival Reog Nasional yang diselenggarakan setiap bulan Suro (Muharam) menjadi puncak perayaan budaya yang selalu dinantikan ribuan wisatawan. Atmosfer magis dan semangat gotong royong menjadikan festival ini sebagai bentuk nyata cinta masyarakat terhadap warisan leluhur.
Harapan untuk Generasi Muda
Pengakuan UNESCO ini diharapkan dapat memperkuat upaya pelestarian dan menarik minat generasi muda untuk terus melestarikan Reog. Berbagai komunitas seni dan lembaga pendidikan kini aktif mengajarkan teknik tari, musik gamelan, serta filosofi Reog agar kesenian ini tidak hilang ditelan zaman.
“Reog bukan hanya milik Ponorogo, tapi milik Indonesia dan dunia,” ujar Bambang salah satu seniman Reog setempat. “Kami ingin anak-anak muda bangga menari Reog, seperti halnya mereka bangga memainkan musik modern.”ujarnya.
Dengan semangat itu, Reog Ponorogo kini berdiri tegak sebagai bukti bahwa warisan budaya bangsa mampu bertahan, beradaptasi, dan menginspirasi dunia.**




