Jakarta, – Budayantara.tv.Menjaga Spirit Perlawanan, Merawat Tradisi Sufi.Diskusi ini tidak hanya menjadi ruang intelektual, tetapi juga spiritual. Ia menjadi bukti bahwa warisan perjuangan para sufi masih relevan untuk dijadikan pijakan menghadapi tantangan zaman modern baik secara moral, sosial, maupun kebangsaan.
Dengan semangat hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman), JATMAN DKI Jakarta berharap nilai-nilai sufistik yang diwariskan oleh para pejuang seperti Pangeran Diponegoro dapat terus menjadi energi kolektif dalam membangun Indonesia yang adil, berdaulat, dan berakhlak mulia.
Bertempat di Ruang Serbaguna Lantai 4, Perpustakaan Nasional RI, organisasi JAMIYYAH AHLITH THARIQAH AL MU’TABARAH AN NAHDLIYYAH (JATMAN) Idaroh Wustho DK Jakarta menyelenggarakan kajian ilmiah bertajuk “Abad Perang Diponegoro (1825–2025): Refleksi Sufi Melawan Kolonialisme.”
Acara yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB ini menjadi ajang diskusi mendalam mengenai peran kaum sufi dalam perjuangan melawan kolonialisme, khususnya dalam konteks sejarah Perang Diponegoro yang menandai babak penting resistensi bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda.

Spiritualitas sebagai Landasan Perlawanan
Acara dibuka secara resmi oleh KH Muhammad Danial Nafis, SE, M.Si, selaku Rois JATMAN DKI Jakarta dan Mursyid Thariqah Shidiqiyya Dharqawiyya Shadziliyya. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa perjuangan Pangeran Diponegoro tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai spiritualitas sufistik yang menjadi kekuatan batin dalam menghadapi tekanan kolonial.
“Perjuangan Diponegoro bukan hanya gerakan politik atau militer, tapi juga gerakan ruhaniyah perlawanan yang dilandasi oleh cinta tanah air, iman, dan semangat thariqah,” ujar KH Danial Nafis.Sabtu (30/8/2025).
Narasumber Terpercaya, Wacana Mendalam
Diskusi ini menghadirkan tokoh-tokoh penting dalam dunia keislaman dan sejarah, yaitu:
KH Wahfiuddin Sakam, Wakil Talqin Thariqah Qadiriyya Naqsyabandiyya (TQN Suryalaya), yang mengulas peran jaringan thariqah dalam membangun kesadaran kolektif umat untuk melawan penjajahan secara ruhani dan sosial.KH Syamsul Maarif, MA, Ketua Tanfidziyyah PWNU DKI Jakarta, yang memaparkan hubungan historis antara perjuangan ulama-sufi dan gerakan kebangsaan.Irawan Santoso Shiddiq, SH, Mudir JATMAN DKI Jakarta, menyampaikan analisis strategis terhadap dinamika thariqah dalam konteks modern dan tantangan spiritual umat Islam ke depan.H. Sulaiman, SE, dari PWNU DKI Jakarta, memberikan perspektif organisatoris dan kebijakan yang memperkuat sinergi antara JATMAN dan Nahdlatul Ulama dalam merawat warisan spiritual para pejuang terdahulu.
Momentum Refleksi 200 Tahun
Tahun 2025 menandai 200 tahun sejak dimulainya Perang Diponegoro (1825–1830), salah satu perang terbesar di Nusantara yang banyak melibatkan tokoh-tokoh spiritual dan ulama tarekat. JATMAN DKI Jakarta memanfaatkan momentum ini sebagai ajang refleksi untuk menggali kembali nilai-nilai perjuangan spiritual dalam membangun bangsa.
Acara ini dihadiri oleh para mursyid, pengamal thariqah, akademisi, serta kalangan muda Nahdliyyin yang antusias mengikuti diskusi. Suasana diskusi berlangsung hangat namun mendalam, mencerminkan semangat sufistik yang tenang namun penuh kekuatan moral.**