Jakarta,- Budayantara.tvStenly Diover selaku Ketua Umum AMBA Sultra melakukan kunjungan ke Desa Liangkabori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan bagian dari upaya mewujudkan visi dan misi AMBA Sultra dalam mempromosikan budaya dan pariwisata di Sulawesi Tenggara, termasuk di Liangkabori, Kabupaten Muna.
Pada kesempatan itu, Stenly Diover melakukan pertemuan dengan beberapa pihak, termasuk Farlin, S.H., Kepala Desa Liangkabori, dan Jasman, pemuda asal Liangkabori. Farlin, S.H., juga merupakan salah satu penerima penghargaan dari 20 penggerak desa wisata Sulawesi Tenggara.
Dalam diskusi tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama memajukan pariwisata di Kabupaten Muna, khususnya di kawasan Liangkabori. Farlin, S.H., berharap kegiatan mempromosikan wisata dan memperkenalkan situs-situs prasejarah Liangkabori dapat membawa kemajuan bagi masyarakat, menumbuhkan ekonomi yang stabil, dan membawa kemakmuran bagi Desa Liangkabori dan Kabupaten Muna.

Dengan terpilihnya Jasman secara aklamasi sebagai Ketua PW AMBA Witeno Wuna—yang juga merupakan pemuda pemerhati budaya Muna asal Liangkabori—diharapkan perannya dapat merangkul kalangan muda-mudi untuk bersama-sama mendorong kemajuan pariwisata di Pulau Muna.
Seperti diketahui, Gua Liangkabori adalah salah satu situs prasejarah terkenal di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Tempat ini dikenal karena menyimpan lukisan cadas (rock art) berusia ribuan tahun, berupa gambar manusia, hewan, dan simbol-simbol geometris yang dibuat masyarakat prasejarah menggunakan pewarna alami.
Lukisan cadas di Gua Liangkabori telah menarik perhatian banyak penulis dan peneliti. Salah satu penelitian penting dilakukan oleh Muhammad Nur Arifin, arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Ia bersama timnya telah melakukan survei dan ekskavasi mendalam di situs-situs gua prasejarah di kawasan Muna, termasuk Liangkabori.
Lukisan layang-layang di Gua Liangkabori merupakan salah satu temuan paling unik dan signifikan. Lukisan ini menggambarkan sosok manusia yang tampak sedang menerbangkan layang-layang. Kesamaan budaya antara masa lalu dan masa kini terlihat pada praktik permainan layang-layang yang masih hidup di kalangan masyarakat Muna.
Beberapa peneliti bahkan menghubungkan lukisan ini dengan penemuan layang-layang tradisional di Muna yang terbuat dari daun, seperti kaghati, yang diperkirakan sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan budaya yang kuat antara masyarakat prasejarah Liangkabori dan masyarakat Muna modern. Lukisan ini menjadi bukti bahwa beberapa tradisi dan kepercayaan kuno masih relevan dan diwariskan hingga kini.
Selain Gua Liangkabori, salah satu kawasan pariwisata yang menarik untuk dikaji dan diteliti adalah Benteng Kotano Wuna. Pada 22 Mei 2024, Benteng Kotano Wuna dinobatkan oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai benteng terluas di dunia. Benteng ini memiliki luas sekitar 165,9 hektare dengan panjang dinding mencapai 8.073 meter.
Meski belum cukup terkenal, AMBA Sultra dan beberapa pihak termasuk Farlin SH. Kepala desa Liangkabori dan para pemudanya berkomitmen untuk terus mendorong kemajuan budaya dan pariwisata di Sulawesi Tenggara, Khususnya Kawasan Liangkabori dan pariwisata lainya di pulau Muna.**